BERIKUT INI CONTOH PEMBUATAN MAKALAH
DAULAH KHALIFAH ISLAM
ORGANISASI ISLAM HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) TERHADAP NILAI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA INDONESIA
MAKALAH
UNTUK
MEMENUHI TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
KEWARGANEGARAAN
Yang
dibina oleh :
Bapak
Mohamad Anas, M.Phil.
Disusun
Oleh :
M. MAS’UD CHABIBUROCHMAN
(155050100111056)
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG
FAKULTAS
PETERNAKAN
OKTOBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas karunia, hidayah dan nikmatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Sikap Organisasi Islam Hizbut
Tahrir Indonesia (Hti) Terhadap Nilai
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia ini. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas ujian tengah semester yang diberikan
oleh dosen pengajar mata kuliah kewarganegaraan, Bapak Mohamad Anas, M.Phil.sebagai
pertimbangan nilaimata kuliah tersebut.
Makalah
ini ditulis dari hasil ungkapan dan pemikiran penulis yang bersumber dari
internet, jurnal dan buku sebagai referensi.Penulis berharap, dengan membaca makalah
ini dapat memberi manfaat bagi khalayak umum.Penulis telah berusaha untuk dapat
menyusun Makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami
memiliki akan adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu
jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan,
maupun dari isi, maka kami memohon kritikserta saran dari
dosen pengajar bahkan semua pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.Demikan makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembacanya.
Malang,
22 Oktober 2015.
Penulis
M. Mas’ud
Chabiburochman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia adalah Negara yang
berasaskan pada asas Demokrasi yang mampu menciptakan kehidupan yang demokratis
pula. Kehidupan yang demokratis dapat ditunjukkan dengan adanya saling
haraga-menghargai antar sesama, saling menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia, kebebasan berpendapat,
kebebasan membuat kelompok/organisasi,
dan lain sebagainya. Dewasa ini banyak dijumpai organisasi-organisasi yang
timbul di dalam masyarakat Indonesia.
Baik itu partai politik, organisasi massa, dan lain-lain. Di Indonesia saat ini
terdapat banyak sekali organisasi massa (ormas), baik itu yang berhaluan pada
bidang politik, bidang sosial, maupun yang bergerak dalam bidang keagamaan.
Organisasi dalam bidang keagamaan semisal Front Pembela Islam, Ikhwanul
Muslimin, Hizbut Tahrir Indonesia, dan masih banyak lagi ormas-ormas lainnya.
Salah satu organisasi massa yang sekarang ini sedang berkembang adalah Hizbut
Tahrir Indonesia, atau yang lebih dikenal dengan nama HTI. Kalau ditinjau dari
sejarahnya HTI berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis),
Palestina.Gerakan yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di
seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali
Khilafah Islamiyah ini dipelopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang
ulama alumni Al-Azhar Mesir. HTI masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan
merintis dakwah di kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an,
ide-ide dakwah HTI merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di
masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.Munculnya ormas-ormas seperti
HTI ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Ada yang menyambut baik
akan tetapi ada juga yang kontra terhadap organisasi ini. Masyarakat yang
menyambut baik organisasi HTI ini menganggap bahwa pemerintahan secara Islami
memang perlu dibangkitkan kembali.Disamping adanya masyarakat yang mendukung
organisasi semacam HTI ini, ada pula sebagian masyarakat yang menganggap cara-cara yang dilakukan
oleh organisasi HTI tersebut belum ideal jika diterapkan di Negara
Indonesia.Hal ini disebabkan karena Negara Indonesia merupakan sebuah negara
yang majemuk, baik dari beragamnya suku bangsa, agama, bahasa dan
lain-lain.Dari uraian persoalan di atas penulis mencoba untuk melakukan
pengkajian mengenai Sikap Organisasi Islam Hizbut Tahrir Indonesia Terhadap
Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana Nilai Pancasila Dalam Perspektif
Islam Dan Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia?
2. Bagaimana Pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di NKRI?
3. Bagaimana Wacana Hegemonik Dan Praksis Ideologi Sebagai Gerakan Hizbut Tahrir Di Indonesia?
1.3 TUJUANPENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab permasalahan yang ada, yaitu:
a. Mengkomparasikan Nilai Pancasila
Dalam Perspektif Islam Dan Perspektif Hizbut
Tahrir Indonesia.
b. Menganalisa Pandangan Islam terhadap Daulah Khilafah Islam di NKRI.
c. Menganalisa Wacana Hegemonik Dan Praksis Ideologi Sebagai Gerakan Hizbut Tahrir Di Indonesia.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a.
Bagi diri pribadi
Memperluas wawasan kebangsaan terutama yang
terkaitdenganNilai-nilai Pancasila.Dan melatih berfikir kritis sehingga dapat
lebih mempertajam kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan terutama yang
menyangkut ideologi negara dan bangsa Indonesia.
b.
Bagi perkembangan ilmu filsafat Pancasila
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memperkaya
kajian filsafat politik.Yakni yang terkait dengan Nilai-nilai Pancasil adalam
perspektif islam.
c.
Bagi masyarakat luas dan pemerintah
Membuka pemahaman masyarakat tentang adanya
Nilai-nilai Pancasiladalam berbagai perspektif /pandangan dan menjadi sumber
pengetahuan bagi kebutuhan perkembangan
sosial politik masyarakat masa kini,serta bagi pemerintah diharapkan penelitian
ini mampu mempengaruhi kebijakan yang akan diambil untuk menyikapi ideologi
yang berbahaya dan yang tidak berbahaya bagi persatuan dan kesatuan negara
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nilai
Pancasila Dalam Perspektif Islam Dan Perspektif Hizbut Tahrir Indonesia
Suatu negara membutuhkan suatu tata
aturan maupun hokum yang bisa memegang kontrolterhadap masyarakatnya di bawah
naungan negara tersebut.Demikian halnya dengan Indonesia sebagaimana kita
ketahui bersama dalam sejarah bahwa sejak lama Pancasila telah menopang dan
memegang control dari berbagai suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia.
Pancasila dirasa sangat sesuai dan tepat untuk mengakomodir seluruh ras, suku
bangsa, dan agama yang ada di Indonesia. Hal ini dibuktikan bahwa sila-sila
Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris dalam al-Qur’an.
Ø Ketuhanan Yang Maha Esa.
al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada
umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan (misalkan QS. al-Baqarah: 163). Dalam
kacamata Islam, Tuhan adalah Allah semata. Namun, dalam pandangan agama lain
Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia, yang disembah.
Ø Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Sila kedua ini mencerminkan nilai
kemanusiaan dan bersikap adil (Qs. al-Maa’idah: 8). Islam selalu mengajarkan
kepada umatnya untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri
sendiri, orang lain dan alam.
Ø Persatuan Indonesia.
Semua agama termasuk Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bersatu dan
menjaga kesatuan dan persatuan (Qs. Ali Imron: 103).
Ø Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Pancasila dalam sila keempat ini selaras dengan apa yang telah digariskan
al-Qur’an dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Islam selalu
mengajarkan untuk selalu bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan
kehidupan (Shaad: 20) dan selalu menekankan untuk menyelesaikannya dalam
suasana demokratis (Ali Imron: 159).
Ø Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sila yang
menggambarkan terwujudnya rakyat adil, makmur, aman dan damai. Hal ini
disebutkan dalam surat al-Nahl ayat 90.
Namun, disisi lain Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI)
secara tegas menolak keabsahan UUD 1945. Asas demikrasi yang dianut oleh UUD
1945 merupakan titik awal penolakan mereka terhadap UUD 1945 dan
Pancasila.Mereka memandang UUD 1945 dan Pancasila tidak sesuai dengan nurani
ajaran al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:
1. Sumber kemunculan demokrasi
adalah manusia. Dalam demokrasi, yang berwenang untuk menetapkan hukum atas
segala perbuatan adalah akal manusia.Hal ini sangat bertentangan dengan Islam,
di mana yang berwenang menetapkan segala hukum adalah Allah, bukan akal.
2. Akidah yang melahirkan ide
demokrasi adalah akidah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan dan
negara. Akidah ini memang tidak mengingkari eksistensi agama, namun ia
menghapuskan perannya untuk mengatur kehidupan bernegara. Konsekuensinya adalah
akidah ini memberikan kewenangan kepada manusia untuk membuat peraturan
kehidupannya sendiri.
3. Ide pokok demokrasi yang
menjadikan kedaulatan di tangan rakyat sebagai sumber kedaulatan, menyebabkan
rakyat dapat menetapkan konstitusi, peraturan dan undang-undang apapun
berdasarkan pertimbangan mereka sesuai dengan kemaslahatan yang mereka
perlukan. Dengan begitu, rakyat melalui para wakilnya berhak melegalkan
perbuatan murtad, keyakinan paganisme atau animisme, perzinahan, homoseksual,
dan perbuatan lainnya yang diharamkan oleh syari’at Islam.
4. Asas nasionalisme yang
terkandung pada UUD 1945 merupakan bagian dari ta’assub (kefanatikan)
yang dilarang dalam Islam. Semua aktivitas politik umat Islam seharusnya
ditujukan untuk kejayaan Islam dan umatnya secara universal.Nasionalisme secara
tidak langsung memecah-belah kesatuan teritorial Islam yang universal.
2.2
Pandangan Islam terhadap Daulah Khalifah Islam di NKRI
Dalam
pandangan Hizbut Tahrir Indonesia, Islam harus dijalankan secara kaffah,
menyeluruh, total dalam berbagai bidang kehidupan.Mereka memandang bahwa
penegakkan syari’at Islam tidak dapat ditunda-tunda lagi.Ia harus mutlak dan
segera untuk diterapkan. Hal ini didasarkan pada Qs. al-Maidah ayat 3: “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.Hizbut Tahrir
memandang bahwa setelah turunnya ayat ini, kaum muslimin dituntut secara global
untuk melaksanakan dan menerapkan seluruh hukum Islam secara penuh.
Menurut
Hizbut Tahrir, kegamangan negara-negara muslim dalam mengaplikasikan
hukum-hukum Islam secara kaffah sebagaimana konsep mereka di atas,
adalah disebabkan oleh pengaruh-pengaruh ideologi penjajah Barat yang berupa
sosialisme, kapitalisme dan demokrasi yang memisahkan agama dari kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, mereka berpendapat bahwa pendirian Daulah
Islamiyah merupakan syarat yang utama untuk melestarikan dan menjamin
berlakunya hukum Islam secara kaffah.Tanpa itu, maka syari’at Islam tidak dapat
lestari dan terjamin penerapannya dalam setiap aspek kehidupan. Daulah
Islamiyah itu sendiri mempunyai beberapa aspek pokok yaitu: al-Khalifah,
al-Mu’awinun (para pembantu Khalifah), al-Wulat (para Gubernur), al-Qudat
(para hakim), al-Jihaz al-Idary (aparat administrasi negara), al-Jaisy
(angkatan bersenjata) dan Majlis al-Shura. Kesemua aspek-aspek pokok
dalam Daulah Islamiyah tersebut harus ada secara sempurna. Namun jika
salah satu dari aspek-aspek Daulah Islamiyah tersebut tidak ada, maka
hal tersebut tidak menjadi masalah selama sang Khalifah masih ada,
karena menurut Hizbut Tahrir, Khalifah tunggal merupakan aspek yang
utama dalam pendirian Daulah Islamiyah, tanpanyaDaulah Islamiyah
tidak bisa berdiri.
Namun,
satu kesulitan terbesar yang akan dihadapi oleh konsep Daulah Khalifah
Islamiyah adalah negara Indonesia yang majemuk, yang hidup didalamnya
berbagai ras, suku bangsa dan agama. Sehingga ketika Daulah Khalifah Islamiyah
benar-benar diterapkan dan konsekuensinya adalah aturan-aturan dan
perundang-undangan yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits pun diaplikasikan,
maka yang terjadi adalah tabrakan dan benturan pemahaman antara Islam dengan
agama-agama lain, yang mana hal ini akan semakin memicu permasalahan yang
semakin besar.
2.3 Wacana Hegemonik Dan Praksis Ideologi
Sebagai Gerakan Hizbut Tahrir Di Indonesia
Munculnya gerakan Islam-politik Hizbut Tahrir di Indonesia menjelang era
reformasi dan berkembang pesat paca-kejatuhan rezim Soeharto, bangkit dengan
mengedepankan harapan di atas.Namun, mereka perlu juga melihat eksperimen
nasionalisme yang memasuki wilayah keagamaan secara lebih mendalam dari yang
terlihat sekarang ini.Sebab, prospek politik global bagi fundamentalisme Islam
di manapun mereka berada, bisa saja bergantung pada generasi baru kaum
pragmatis Muslim yang menilai kerugian jangka panjang bagi kepentingan mereka
terhadap kepentingan penguasa. Penelitian ini secara meyakinkan menegaskan pula
adanya interpretasi ajaran serta metode perjuangan yang dianut oleh gerakan
Hizbut Tahrir Indonesia dalam perjuangan praksis politik dan pergulatan wacana
hegemonik, yang sama halnya dengan metode perjuangan gerakan “Hizb al-Tahrîr
al-Islâmy” di Timur Tengah.
Wacana hegemonik yang
berkembang di kalangan Hizbut Tahrir Indonesia adalah merespon problem-problem
aktual, seperti pemaknaan progresif tentang penyetaraan peran kaum
fundamentalis dalam menyelamatkan bangsa dan negara dari kehancuran yang
fatal.Pengakuan politis terhadap hak-hak kaum fundamentalis yang tersumbat,
menjadikan Hizbut Tahrir sebagai sebuah gerakan politik keagamaan yang lebih menitikberatkan
pada realisasi dakwah politik.Meskipun secara faktual relasi gerakan perlu
ditinjau ulang, tetapi persoalannya tidak sesederhana itu.Karena secara praksis
mereka seringkali berbenturan dengan hegemoni, baik secara struktural maupun
kultural.Hal ini terlihat dari kasus Ismail Yusanto dalam menawarkan konsep
dawlat al- khilâfat Islam dengan penerapan syarî΄at Islam yang mendapat kontra
pemikiran.Praksis ideologi gerakan Hizbut Tahrir adalah merujuk pada pemikiran
tokoh-tokohnya.Teladan Taqiyuddin al-Nabhâny sebagai pendiri Hizbut Tahrir
dalam menyaring budaya modern sebagai keharusan zaman dijadikan sebagai dasar
pelaksanaan program pergerakan Hizbut Tahrir di Indonesia.Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) memiliki peran strategis sebagai gerakan pemurnian Islam dalam
memberi solusi-solusi atas berbagai persoalan kaum Muslimin
kontemporer.Kontribusi secara rasional dan progresif direalisasikan tanpa
dibebani masalah-masalah sakral secara berlebihan atas interpretasi keagamaan
di masa lalu. Jika kita amati realisasi program yang telah dilaksanakan oleh
Hizbut Tahrir, maka titik sentralnya terletak pada dokumentasi dan informasi.
Oleh karena itu, arah kebijakan Hizbut Tahrir terkonsentrasi pada
pernyataan-pernyataan politik, terutama pada penyampaian ide-ide Taqiyuddin
al-Nabhâny yang diawali dengan pendalaman terhadap ideologi sebagai basis
gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia.Selanjutnya, aktivitas mereka dikembangkan
pada segala bidang, terutama dalam aksi-aksi protes secara umum pada penguatan
peran kaum fundamentalis melalui bidang politik dan ekonomi.Tidak hanya di
Timur Tengah, munculnya gerakan fundamentalis Islam Hizbut Tahrir di Indonesia
dalam perspektif negara, menunjukkan indikasi atas situasi transisi yang tidak
lebih dibayangkan sebagai perjuangan menghapuskan kesesatan dari kemurnian
ajaran Islam, serta membongkar persekongkolan yang rancang oleh sistem
kekuasaan negara terhadap kaum kaum Muslimin. Untuk itu, gerakan Islam-politik
Hizbut Tahrir akan selalu menentang upaya-upaya hegemoni yang selalu menggiring
gerakan mereka kedalam stigmatisasi yang mendiskreditkan gerakan
fundamentalisme Islam secara keseluruhan kedalam klaim-klaim negatif seperti
radikalisme, ekstrimisme, fanatisme-militansi, atau bahkan terorisme. Gerakan
fundamentalisme lahir sejalan dengan perkembangan baru dalam ideologi yang
berkaitan dengan rusaknya praktik keagamaan, baik secara tekstual maupun
realita masyarakat di seluruh lapisan.Seringkali dikatakan bahwa pada awal abad
ini sebagai era berubahnya paradigma berpikir sebagai cerminan reaksi problem
yang dihadapi oleh masyarakat modern.Fenomena gerakan fundamentalisme Islam
sebagai realitas sosial-politik sesungguhnya tidak pernah dapat dipisahkan dari
manusia dan wilayah kerja agama.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nilai-nilai
ideologi yang terkandung dalam Pancasila telah menopang dan memegang control
dari berbagai suku, ras, dan agama yang ada di Indonesia. Pancasila dirasa
sangat sesuai dan tepat untuk mengakomodir seluruh karena nilai dari sila-sila
Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris dalam al-Qur’an. Dan Indonesia
terdapat kemajemukan ras, suku, bahkan agama sekalipun sehingga konsep Daulah
Khalifah Islamiyah tidak selayaknya diterapkan di Negara yang demokrasi dan
penuh dengan keanekaragan seperti ini. Jika tetap memaksa kehendak dalam konsep
Daulah Khalifah islam dengan
konsekuensi penerapan aturan-aturan dan perundang-undangan yang bersumber dari
al-Qur’an dan Hadits diaplikasikan, maka yang terjadi adalah tabrakan, benturan
maupun kerancauan pemahaman antara Islam dengan agama-agama lain, yang mana hal
ini akan semakin memicu permasalahan yang semakin besar. Penentangan upaya
hegemoni yang selalu menggiring gerakan fasis kedalam stigmatisasi yang
mendiskreditkan gerakan fundamentalisme Islam secara keseluruhan kedalam
klaim-klaim negatif seperti radikalisme, ekstrimisme, fanatisme-militansi, atau
bahkan terorisme akan berakibat pula kepada perkembangan ideologi-ideologi baru
yang berkaitan dengan rusaknya praktik keagamaan. Maka dari itu biarkan lah
ideologi dari nilai-nilai pancasila yang telah dikaji berdasarkan Al-Quran dan
hadist menjadi titik keabsahan dan keterbukaan nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan bersama sesuai dengan asas demokratif yang selalu menjunjung tinggi
keanekaragaman, baik ras, suku, dan agama. Sehingga terbentuklah keselarasan
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan adil dan tentram di tanah air NKRI
tercinta ini.
3.2 SARAN
Dari simpulan diatas , penulis
merumuskan saran sebagai berikut :
Ø Nilai-nilai dari Ideologi Pancasila merupakan dasar negara yang
mengakui dan mengagungkan keberagaman dalam
ras, sukuku dan beragama. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia
tidak perlu meragukan konsistensi atas Nilai dari Ideologi Pancasila terhadap
agama.
Ø Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak
perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda
agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat.
Ø Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk
dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada
agama yang salah dan mengajarkan permusuhan.
Ø Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai
standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi chaos
dan timbul gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah
mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan
berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
Ø Pancasila dirasa sangat sesuai dan tepat untuk mengakomodir seluruh
karena nilai dari sila-sila Pancasila selaras dengan apa yang telah tergaris
dalam al-Qur’an. Dan sesuai pula terdapat NKRI yang memiliki kemajemukan ras,
suku, bahkan agama sekalipun.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. (2004). Filsafat
Pancasila. Jakarta..